Sedikit Informasi :)
RIWAYAT HIDUP
NABI MUHAMMAD S.A.W
Nabi Muhammad
S.A.W adalah anak dari Abdullah bin Abdul Mutallib dan Aminah binti Wahab.
Kedua orang tuanya itu berasal dari suku Quraisy yang terpandang dan mulia.
Nabi Muhammad S.A.W lahir
pada Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah (20 April 571 M). Dinamakan
tahun gajah karena, ketika beliau lahir, kota Makkah diserbuh oleh Raja Brahah
dan tentaranya dari negeri Habasyah dengan mengendarai gajah. Mereka hendak
mengancurkan Ka’bah karena iri terhadap Muhammad. Tetapi Allah melindungi
Ka’bah dengan cara mengirimkan burung Ababil yang membawa batu-batu yang sangat
panas kepada tentara Brahah, dan binasalah mereka.
Ketika Nabi Muhammad masih didalam kandungan ibunya,
Abdullah pergi ke negeri Syam (Siriah) untuk berdagang. Tetapi sepulang dari
sana, Abdullah jatuh sakit dan wafat di usia 18 tahun. Abdullah di makamkan di
Madinah. Dan Muhammad lahir dalam keadaan yatim, ditengah-tengah masyarakat
Jahilliah penyembah berhala, penindas kaum lemah, perampas hak orang dan
membunuh kaum wanita.
HALIMAH AS-SA’DIYAH MENJADI IBU
SUSU NABI
Sudah menjadi adat bangsa Arab ketika itu, bahwa bayi
seseorang disusukan kepada wanita lain. Nabi Muhammad S.A.W disusukan kepada seseorang wanita
dusun bernama Halimah As-Sa’Diyah. 4 tahun beliau tinggal di dusun Bani
Sa’ad bersama Halimah. Selama mengurus Muhammad S.A.W, keluarga Halimah
mendapat limpahan rezeki dari Allah S.W.T. Menjelang usia 5 tahun, Halimah
mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
DIBAWAH ASUHAN KAKEKNYA, ABDUL
MUTTALIB
Siti Aminah sangat setia kepada suaminya. Ia sering
berziarah bersama Muhammad ke makam suaminya. Suatu hari Aminah jatuh sakit
lalu ia pun wafat. Ia meninggalkan Muhammad yang saat itu berumur 6 tahun.
Bersama Ummu Aiman (pembantunya), Nabi Muhammad S.A.W kembali ke Makkah.
Beliaupun tinggal dengan kakeknya yaitu Abdul Muttalib hingga berusia 9 tahun.
DIBAWAH ASUHAN PAMANYA, ABU THALIB
Selama 3 tahun bersama kakeknya, Nabi Muhammad S.A.W
tinggal bersama pamannya Abu Thalib, karena kakeknya meninggal dunia. Abu
Thalib adalah seorang sepupu kaum Quraisy. Ketika usia 12 tahun, Nabi Muhammad
S.A.W diajak oleh pamannya pergi berdagang ke Syam. Ketika sampai di suatu
dusun, Abu Thalib bersama Nabi Muhammad S.A.W singgah di rumah seorang pendeta
Nasrani yang saleh, bernama Bahira. Dari kitab Taurat dan Injil yang
dipelajarinya, Bahira dapat mengetahui ciri-ciri keNabian yang ada pada
Muhammad S.A.W. Lalu pendeta Bahira memberitahukan hal itu kepada Abu Thalib,
“ Wahai saudaraku, sesungguhnya anakmu ini adalah manusia pilihan Allah,
calon pemimpin umat manusia di dunia ini, maka jagalah ia baik-baik. Bawalah ia
kembali, sebab aku khawatir ia diganggu oleh orang-orang Yahudi di negeri Syam.
Bahkan, jika sekiranya kaum Yahudi itu mengetahui bahwa ia adalah calon Rasul
Allah, maka tentulah ia akan membunuhnya.” Maka pulanglah Abu Thalib ke Makkah
bersama Nabi Muhammad S.A.W sebelum mereka sampai ke negeri Syam.
BERDAGANG KE NEGERI SYAM
Setelah Nabi Muhammad S.A.W berusia hampir 25 tahun,
Abu Thalib merasa bahwa Muhammad telah cukup dewasa. Lalu Abu Thalib berkata
kepada Nabi Muhammad S.A.W “ Wahai anaku, sesungguhnya kita bukanlah keluarga
yang berkecukupan. Bahkan, kurasa akhir-akhir ini kebutuhan kita semakin sulit
di dapat. Alangkah baiknya jika engkau pergi kepada Khadijah untuk meminta
izinnya membawa barang-barang dagangannya ke negeri Syam. Mudah-mudahan dari
usaha itu engkau akan memperoleh keuntungan yang besar.” Nabi Muhammad S.A.W
menyetujui usul pamannya, sebab beliau memaklumi sepenuhnya akan kesulitan yang
dihadapi pamannya. Segera Nabi Muhammad S.A.W pergi untuk meminta izin kepada
Siti Khadijah. Siti Kahdijah adalah seorang janda kaya di Makkah. Ia dikenal
sebagai wanita Quraisy yang mulia, budiman, gemar membantu sesamanya, dan
senantiasa menjaga kehormatan dirinya sehingga mendapat gelar At-Tharihah
(wanita suci).
Menanggapi permohonan Nabi Muhammad S.A.W, tanpa
berpikir panjang Siti Khadijah langsung menerimanya dengan senang hati. Maka
berangkatlah Nabi Muhammad S.A.W ke negeri Syam bersama Maisarah (pembantu Siti
Khadijah). Pulang dari negeri Syam, Nabi Muhammad S.A.W mendapat keuntungan
yang sangat besar, yang belum pernah didapat oleh pedagang yang lain. Siti
Khadijah pun sangat kagum kepada Nabi Muhammad S.A.W, dan berubahlah rasa kagum
itu menjadi rasa cinta.
PERKAWINAN NABI MUHAMMAD S.A.W
DENGAN SITI KHADIJAH
Hubungan perdagangan Nabi Muhammad S.A.W dengan Siti
Khadijah akhirnya diteruskan ke jenjang perkawinan. Saat itu Nabi Muhammad
S.A.W berusia 25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia sekitar 40 tahun. Pernikahan itu membuahkan 4
orang putri dan 2 orang putra, yaitu; Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, Fatimah,
Qasim, dan Abdullah. Tetapi 2 anak laki-laki beliau wafat saat masih
kanak-kanak.
MEMPEROLEH GELAR AL-AMIN
Ketika Nabi Muhammad S.A.W berusia 35 tahun, di
Makkah terjadi bencana banjir sehingga merusak sebagian dinding Ka’bah. Setelah
bencana banjir usai, kaum Quraisy beramai-ramai memperbaiki dinding Ka’bah yang
rusak. Saat pekerjaan telah selesai, tinggal Hajar Al-Aswad (batu hitam) yang mesti di
tempatkan seperti semula. Namun, di sinilah terjadi perselisihan, masing-masing
suku ingin mendapat kehormatan dengan meletakan Hajar Al-Aswad. Tetapi, tiba-tiba salah seorang berkata “ Wahai
kaumku, janganlah kalian bermusuhan karena ini. Sebaiknya kita tunggu saja esok
pagi, siapa yang pertama kali datang ke pintu masjid ini, dialah yang berhak
mengambil keputusan!”
Keesokan harinya, kaum Quraisy mengetahui bahwa orang
yang pertama kali masuk ke pintu masjid adalah Nabi Muhammad S.A.W, maka
bersoraklah mereka menyambut Nabi Muhammad S.A.W, mereka yakin akan kejujuran
Nabi Muhammad S.A.W. Nabi Muhammad S.A.W kemudian meletakan kain surbannya
diatas tanah dan meletaka Hajar Al-Aswad
diatasnya. Lalu beliau memerintahkan kepada masing-masing kepala suku untuk
memegang tiap-tiap ujung kain dan mengangkatnya, beliau lalu mengangkat batu
suci dengan tangannya sendiri dan meletakannya ditempat semula. Kaum Quraisy
pun merasa puas dan berkata “ Kami rela atas keputusan yang dibuat oleh orang
terpercaya ini!” Dan sejak itu, Nabi Muhammad S.A.W mendapat gelar Al-Amin,
artinya “yang Dipercaya”.
WAHYU PERTAMA DAN KEDUA
Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad S.A.W sering
bersemedi (mendekatkan diri kepada Tuhan) di Gua Hira. Tepat pada tanggal 17 Ramadhan datanglah Malaikat
Jibril membawa Wahyu pertama.
Mula-mula Nabi Muhammad S.A.W ketakutan, tubuhnya gemetar melihat kedatangan
Malaikat Jibril. Jibril kemudian merangkulnya, ia makin ketakutan, tubuhnya
menggigil. Lalu Jibril berkata “ Bacalah!”, “ Aku tidak bisa membaca.” Jawab
Nabi Muhammad S.A.W. Akhirnya beliau berkata kepada Jibril “ Apa yang ku
baca?”. Kemudian Jibril membacakan surat Al-Alaq dari ayat 1-5.
Dan saat itu Nabi Muhammad S.A.W diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul.
Sesudah itu beliau pulang ke rumah dengan tubuh gemetar. Ia disambut oleh
Khadijah yang sangat memperhatikannya, beliau di selimuti oleh istrinya.
Selama 2 setengah tahun setelah beliau mendapat wahyu
pertama, beliau tidak mendapat Wahyu lagi. Maka beliau nyepi ke Gua hira lagi.
Ketika beliau melihat ke langit, tampak Malaikat Jibril. Ia ketakuan dan
langsung pulang ke rumah dan minta kepada Khadijah untuk di selimuti. Datanglah
Malaikat Jibril menyampaikan Wahyu kedua “ Hai orang yang berselimut, bangunlah
dan beri peringatan! Besarkanlah nama Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu dan
jauhilah perbuatan maksiat. Dan hendaklah kamu bersabar untuk memenuhi perintah
Tuhanmu.” (Al-Muddatstsir: 1-7)
DAKWAH SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI
Yang pertama kali diajak memeluk islam adalah
keluarganya dan orang-orang yang dekat dengannya. Pertama yaitu istrinya
Khadijah. Kedua Ali bin Abi Thalib, lalu Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Ash
Shiddiq. Dengan berimannya Abu Bakar, banyak orang-orang yang kemudian masuk
Islam, antara lain; Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, Arqam bin
Abil Arqam, Fatimah bin Khattab. Mereka inilah yang disebut golongan terdahulu yang masuk
Islam atau “As Saabiqunal Awwalum”.
MENYIARKAN AGAMA SECARA
TERANG-TERANGAN
3 tahun menyiarkan dakwah secara sembunyi-sembunyi,
kini datanglah perintah untuk berdakwah secara terang-terangan. Namun
sebagaimana nabi-nabi terdahulu, ajakannya ditolak oleh sebagian besar kaumnya.
Hanya sedikit yang mula-mula mau mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Walau demikian
Muhammad tetap sabar dan terus melakukan dakwah dengan bijaksana. Orang-orang
kafir makin jengkel. Mereka mendatangi Abu Thalib, dan minta paman Nabi itu
untuk menghentikan kegiatan Nabi mengajak manusia kembali kejalan yang benar.
Tetapi apa jawab Nabi “Demi Allah wahai paman,
sekiranya mereka meletakkan matahari disebelah kananku, dan rembulan ditangan
kiriku dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (mengajak manusia pada
Agama Allah) sehingga agama ini tersiar (dimuka bumi) atau aku akan binasa
karenanya, namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini.” Mendengar tekad
keponakannya, Abu Thalib berkata “pergilah dan katakan apa yang kamu kehendaki,
demi Allah tidak akan menyerahkan kamu karena suatu alas an pun
selama-lamanya.”
PENGANIAYAAN TERHADAP RASULULLAH
DAN PENGIKUTNYA
Melihat Rasulullah masih saja meneruskan dakwahnya
dan terus menghina sesembahan mereka berupa patung. Terlebih setelah mereka
amati, makin banyak saja pengikut Nabi Muhammad S.A.W untuk memeluk agama
Islam. Ketika Nabi Muhammad S.A.W sedang Shalat, tiba-tiba saja Abu Jahal
mengangkat batu besar dan hendak ditimpakan ke beliau. Tetapi niatnya tak ditentang
oleh Allah, dengan mengirim Malaikat Jibril, tubh Abu Jahal pun gemetar dan
wajahnya memucat. Beliau juga pernah dilempari kotoran unta. Ketika beliau
pulang, beliau ditaburi debu dan pasir diwajahnya. Yang keterlaluan adalah
perbuatan Uqbah bin Abi Muith, ketika beliau shalat tiba-tiba orang kafir itu
menjerat leher beliau dengan selendangnya sehingga beliau tidak berdaya untuk
melepaskannya. Untunglah pada saat itu muncul Abu Bakar, ia langsung memotong
uqbah dan menghempaskannya.
Beberapa pengikut beliau yang mendapat siksaan dari
orang kafir antara lain; Bilal bin Rabah, yaitu seorang budak milik Ummayyah
half. Bilal ditelentangkan di atas terik
matahari padang pasir, di tubuhnya ditindihkan batu besar. Ia dipaksa supaya
meninggalkan Islam namun ia tetap teguh dan imannya bertambah tebal.
Bilal akhirnya dibebaskan oleh Abu Bakar yang
membelinya dari Ummayyah bin Khalf. Sahabat lain yang disiksa diluar batas
perikemanusiaan adalah Amar bin Yasir beserta kedua orang tuanya. Mereka
disiksa pada waktu Dhuhur yaitu disaat terik-teriknya matahari memanggang
padang pasir. Ketika Nabi lewat beliau menghibur mereka “Bersabarlah hai
keluarga Yasir,
yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.” Sahabat Habab bin
Arats juga disiksa lebih kejam lagi. Ia
ditusuk-tusuk dengan besi panas pada punggungnya agar meninggalkan islam, namun
ia tetap tabah dan memilih Islam sebagai agamanya.
HIJRAH KE ETHIOPIA

Pada waktu itu masuklah pembesar Qurais kedalam Agama
Islam yaitu Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muthallib. Dengan masuknya 2
orang jenderal perkasa itu, pihak Quraisy makin kuatir kedudukannya akan
merosot, karena pengikut Muhammad yang bertambah banyak.
EMBARGO TERHADAP BANI HASYIM DAN
BANI MUTHALLIB
Dengan berbagai cara kaum kafir tidak berdaya untuk
mematahkan gerakan Islam, maka cara terakhir yang menurut mereka cukup ampuh
adalah mengadakan pemboikotan atau embargo terhadap keluarga Bani Hasyim dan
Bani Muthallib, sebab 2 keluarga besar itulah yang senantiasa membela dan
melindungi Nabi Muhammad S.A.W.
Pemboikotan itu ialah dengan cara memutuskan segala
hubungan, baik hubungan perkawinan, hubungan dagang dan jual beli atau
berziarah. Dengan adanya embargo tersebut, terpaksa Nabi Muhammad S.A.W dan
para pengikutnya keluar dari kota Makkah. 2 tahun lamanya mereka hidup dalam
kekurangan dan kemiskinan. Sebenarnya banyak juga kaum Quraisy yang sedih atas
nasib yang menimpah Nabi Muhammad S.A.W dan keluarganya. Diam-diam mereka
mengirim bahan makanan dan pakaian pada malam hari. Akhirnya bangkitlah
beberapa muka Quraisy untuk menghentikan pemboikotan itu, mereka merobek-robek
isi perjanjian yang ditempelkan di Ka’bah itu. Keadaan kembali seperti semula,
namun kaum kafir semakin sering menyiksa para pengikut Nabi Muhammad S.A.W.
TAHUN DUKA CITA
Hampir 10 tahun islam tumbuh di Makkah. Baru saja
kaum muslimin lempas dari pemboikotan, kini datang lagi cobaan berat, dengan
meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib. Padahal kedua orang itu adalah punggung
pembela islam.
Khadijah adalah seorang istri yang setia mendampingi Rasul dalam
menyebarkan agama Islam. Ia salah seorang bangsawan yang terkenal di Quraisy
yang disegani oleh kaumnya. Demikian juga dengan Abu Thalib, wibawanya di
kalangan Quraisy sangat besar. Kini setelah 2 orang penting ini meninggal
dunia, pihak kaum Quraisy seperti mendapat angin segar. Mereka tak segan-segan
lagi mengadakan gangguan terhadap Rasul dan pengikutnya.
DAKWAH DI THAIF
Karena masyarakat Makkah tidak banyak yang mau
menerima ajaran Nabi Muhammad S.A.W, maka beliau dan Zaid bin haritsah pergi ke
Thaif untuk berdakwah kepada orang-orang bani Tsaqif. Beliau menuju tempat para
pembesar yang berkuasa di Thaif. Beliau bicara tentang islam dan mengajak
mereka agar beriman kepada Allah. Tetapi ajakannya ditolak mentah-mentah dan di
jawab dengan bahasa yang kasar. Malah mereka mengusir beliau dan memukulinya
dengan batu sehingga Zaid terluka ketika bermaksud melindungi beliau. Nabi
Muhammad S.A.W pun juga ikut terluka.
ISRA’ DAN MI’RAJ
Setelah gagal untuk mengajak kaum Thaif untuk beriman
kepada Allah S.W.T, maka beliau dan Zaid kembali ke Makkah, namun cobaan
semakin berat, ancaman dimana-mana. Pada suatu malam, terjadi peristiwa besar
yang disebut Isra’ Mi’raj
yaitu perjalanan Nabi Muhammad S.A.W dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsah
kemudian dilanjutkan ke Sidraftul Muntaha menembus langit ke-7.
Dalam perjalanan itu, Rasul melihat berbagai peristiwa
yang dapat dijadikan I’tibar atau cermin teladan bagi umatnya. Perjalanan itu
sendiri adalah untuk memenuhi panggilan Allah, yaitu untuk menerima kewajiban
melaksanakan shalat 5 waktu. Peristiwa ini hanya terjadi pada waktu satu malam,
yaitu pada malam 27 Rajab
tahun 11 sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Hikmah yang terkandung
dalam Isra’ Mi’raj adalah untuk menambah kekuatan iman dan keyakinan beliau
sebagai utusan Allah.
ORANG YATSRIB YANG MASUK ISLAM
Pada musim haji datanglah Kabilah dari kalangan berbagai
penjuru menuju kota Makkah. Di antara mereka yang
datang ada jamaah orang Khazraj dan Yatsrib. Sebagaimana biasa musim haji
Rasalullah melaksanakan ibadah haji. Orang Khazraj sudah sering mendengar Kitab Taurat dari bangsa
Yahudi yang menyebutkan bakal adanya Nabi akhir zaman bernama Ahmad atau
Muhammad. Karena itu ketika Rasulullah menyarankan dakwahnya mereka langsung
menerima dan mengimani.
Setelah mereka pulang ke Madinah mereka
menyampaikan hal itu
kepada saudara-saudaranya dan kerabatnya. Bahwa Nabi yang dijanjikan itu
sekarang sudah datang ke negeri Mekkah. Demikianlah setiap musim haji datang makin banyak pula orang-orang
Yatsrib yang masuk Islam dan bersumpah setia akan membela ,Rasul dan agamanya.
Dengan demikian sudah banyak sekali orang-orang Yatsrib yang memeluk agama
Islam.
HIJRAH KE YATSRIB (MADINAH)

Kabar tentang hijrah itu segera tercium oleh
kaum kafir Qurais mereka sepakat untuk membunuh Rasulullah. Namun rencana
mereka gagal. Allah melindungi Rasul-Nya. Setelah melalui berbagai rintangan
sampailah Rasulullah di desa Quba yaitu sebuah tempat jaraknya 10 Kilometer
dari Yatsrib. Di Quba beliau
mendirikan masjid, maka hingga sekarang masjid tersebut dinamakan Masjid Quba, inilah masjid yang
pertama kali di bangun umat Islam. Setelah empat hari beristirahat di Quba beliau meneruskan
perjalanannya ke Yatsrib. Di sana beliau disambut dengan hangat oleh para
pengikutnya yang telah lama merindukan kedatangannya.
KEMENANGAN UMAT ISLAM
Ternyata dari Yatsrib Inilah Rasulullah dapat
menyusun kekuatan dan membina masyarakat Islam dengan sempurna. Yastrib kemudian diubah namanya
menjadi Madinatun Nabawi atau
kemudian disebut Madinah. Di Madinah ini beliau membentuk angkatan
perang dan membina strategi perang. Sejarah kemudian mencatat bahwa Muhammad
strategi perang. Hanya seorang Nabi dan Rasul tapi juga seorang Kepala Negara.
Ahli tata masyarakat, Panglima Perang yang tangguh dan seorang ayah yang pastas
diteladani oleh putra-putrinya.
Sesudah terjadi Perang Badar, perang Uhud dan
perang lainnya. Akhirya Makkah pun jatuh dalam kekuasaan beliau. Dengan
jatuhnya Mekkah, maka hampir dekatlah tugas kerasulan beliau. Sesudah melaksanakan haji Wada’, pada tanggal 12 Maulud hari
Senin tahun 11 Hijriyah beliau wafat meninggalkan umatnya. Dalam
penanggalan Masehi bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632 dalam usia 63 tahun. Beliau dimakamkan di Madinah. Hingga sekarang
makamnya selalu ramai diziarahi umat Islam dari seluruh dunia ketika mereka
melaksanakan ibadah haji. Beliua tidak meninggalkan
warisan harta benda. Beliau hanya meninggalkan dua perkara yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Siapa pun umatnya jika tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
Al-Hadits, maka la tidak akin tersesat selama-lamanya.
NABI MUHAMMAD WAFAT
Dengan
penuh rasa syukur, Nabi Muhammad S.A.W mengakhiri tugasnya sebagai seorang
Rasul, dengan mengislamkan seluruh penduduk Makkah, Madinah, dan daerah-daerah
lain di seputar Jazirah Arabia. Setelah menderita sakit selama beberapa hari,
pada tanggal 12 Rabi’ul
Awwal tahun ke-11 Hijriyah,
beliau berpulang ke rahmatullah dalam usia 63 tahun. Nabi Muhammad
s.a.w. dimakamkan di kota Madinah. Sebelumnya, beliau sempat berpesan kepada
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh kaum Muslimin dengan sabdanya yang
termasyhur.
PENAKLUKKAN KOTA MAKKAH
Setelah Islam menjadi besar di kota Madinah,
Rasulullah S.A.W bersama sahabat-sahabat dan seluruh pengikutnya kembali ke
kota Makkah, dan merebut kembali kota itu dari tangan kaum kafir Quraisy. Kedatangan kaum Muslimin di
Makkah itu bertepatan dengan tanggal 10 Ramadhan tahun 8 Hijriah. Ketika
itu, turunlah firman Allah SWT kepada Nabi Muhammad S.A.W sebagaimana
disebutkan di dalam Al-Qur’an. Kemudian Nabi
Muhammad S.A.W bersama para pengikutnya menghancurkan berhala-berhala yang ada
di seputar Ka’bah.
Dua tahun setelah penaklukkan Makkah, Nabi
Muhammad S.A.W beserta kaum Muslimin melaksanakan ibadah haji, yang disebut Haji Wada’ (Haji Perpisahan),
karena setelah itu beliau meninggalkan umatnya untuk selama-lamanya. Di dalam
kesempatan terakhir itu, Rasulullah S.A.W
mengucapkan pidato yang amat bernilai di hadapan seluruh kaum Muslimin
di Padang Arafah. Pada saat itu, turunlah wahyu Allah yang terakhir.
0 komentar:
Posting Komentar